Pada tahun 1936, di
desa Khuyut Rabbou’a dekat Baghdad, Irak beberapa akeolog yang melakukan
penggalian disana menemukan sebuah artefak, yang diduga dibuat di Mesopotamia,
pada masa Parthia atau Sassania yang berkembang antara tahun 250 SM hingga 224
SM.
Pada awalnya, para
ilmuan kebingungan tentang fungsi dan alasan penciptaan alat ini. Namun setelah
dilakukan penelitian, cara kerja alat ini mirip dengan batu baterai yang
ditemukan oleh ilmuan modern. Dengan ditemukannya artefak ini, akhirnya mucul
pertanyaan, apakah Alessandro Volta merupakan penemu pertama dari baterai,
ataukah Alessandro Volta hanya menemukan kembali? Bisa “ya”, bisa juga “tidak”.
Bisa dikatakan “ya”,
karena pada penelitian awal yang dilakukan oleh Wilhem Konig, yang saat itu
merupakan direktur labolatorium penelitian museum Baghdad menemukan adanya
bekas cairan asam seperti cuka atau anggur. Penemuan bekas cairan asam ini
menunjukkan bahwa alat ini memerlukan larutan asam untuk dapat berfungsi. Ini
yang juga yang dilakukan Alessandro Volta pada tahun 1800. Volta menggunakan
asam sulfat cair untuk membuat baterai yang pada saat itu diakui sebagai
baterai pertama dan dikenal sebagai “sel volta”.
Dugaan bahwa artefak
ini merupakan baterai pertama yang diciptakan manusia makin menguat setelah
perang dunia berakhir, Willard Gray, seorang insinyur di General Electric High
Voltage Laboratory di Massachusets membuat replika baterai Baghdad, berhasil
menciptakan listrik sebesar 0,5 volt setelah memasukkan jus anggur sebagai
elektrolit.
Hasil penelitian lain
menunjukkan bahwa baterai Baghdad ternyata dapat menghasilkan tegangan 1,5 volt
yang dapat bekerja nonstop selama 18 hari dengan cara memasukkan cairan asam
kedalam jambangnya.
Alasan lain yang menunjukkan
bahwa artefak ini merupakan baterai pertama adalah karena di dalam artefak yang
berbentuk guci mempunyai tinggi 13 cm ini terdapat sebuah pipa tembaga berongga
dan sepotong besi yang tersusun dengan rapi. Satu ujung besi direkatkan ke
ujung guci dengan asapal sedangkan ujung yang lainnya direkatkan ke dasar
tembaga.
Juga terdapat hipotesis
lain yang dikeluarkan para ilmuwan, bahwa baterai Baghdad tersebut dipergunakan
untuk menyepuh dengan listrik lapisan logam (emas) ke permukaan lain, seperti
perak, ataupun sebaliknya. Hipotesis didasarakan bahwa sampai saat ini metode
penyepuhan tersebut masih dipraktekkan di Irak.
Dilihat dari struktur
artefak ini, tidak jauh berbeda dengan struktur baterai-baterai modern yang
beredar saat ini, dimana batang karbon sebagai kutub positif baterai dan seng
sebagai kutub negatif dihungkan dengan pasta sebagai elektolit atau penghantar.
Pernyataan yang
mendukung artefak ini sebagai baterai juga dikeluarkan oleh Dr. Marjorie
Senechal, professor sejarah sains dan teknologi di Smith College yang pernah
membuat replika Baghdad Battery untuk keperluan eksperimen menyatakan: “Saya
rasa tidak ada yang bisa memastikan manfaar guci itu. Namun bisa saja benda itu
memang sebuah baterai karena bisa digunakan untuk itu.”
Namun pernyataan
tersebut yang berbunyi, “Saya rasa tidak ada yang bisa memastikan manfaat guci
itu.” Membuka peluang bahwa Alessandro Volta merupakan penemu baterai yang
pertama. Ini dikarenakan artefak tersebut belum pasti berfungsi sebagai
baterai, walaupun mempunyai struktur yang hampir sama dan dapat juga berfungsi
sebagai baterai.
Salah satu fakta yang
mendukung bahwa artefak ini tidak berfungsi sebagai baterai adalah sampai saat
ini hanya ada satu baterai yang ditemukan. Sehingga artefak tersebut tidak bisa
disebut sebuah baterai, melainkan sel galvanic. Karena yang disebut dengan
baterai adalah kumpulan dari beberapa sel galvanic yang dihubungkan secara seri
atau pararel dengan kabel (atau penghantar lainnya). Sehingga harus ditemukan
lebih dari satu artefak ini untuk membuktikan bahwa dahulu artefak ini
berfungsi sebagai baterai.
Dari fakta tersebut,
akhirnya muncul beberapa hipotesis, salah satunya adalah penggunaan artefak ini
dalam bidang pengobatan. Ini didukung dengan salah satu kebiasaan bangsa Yunani
dan Mesir kuno, yaitu menggunakan ikan listrik untuk meredakan rasa sakit pada
telapak kaki. Kebiasaan ini menunjukkan bahwa mereka cukup familiar dengan
listrik, walaupun mereka tidak menggunakan istilah “listrik” untuk menyebutnya.
Tapi hipotesis ini belum terbukti kebenarannya, karena catatan kuno masa purba
tidak pernah menyinggung mengenai penggunaan alat sejenis Baghdad battery dalam
pengobatan. Mereka biasa menggunakan daun cannabis (ganja), opium, dan anggur
untuk mengurangi rasa sakit.
Hipotesis lain
menyatakan keterkaitan dengan keagamaan. Ini didukung oleh Dr. Paul Craddok,
seorang ahli metarlugi purba dari British Museum, yang berpendapat kalau pada
masa lampau Baghdad battery mungkin telah dihubungkan secara parallel dan
diletakkan dalam patung dewa untuk menipu para penyembahnya. Menurut
pernyataannya, “Para pendeta mungkin akan mengajukan pertanyaan kepadamu. Jika
kamu memberikan jawaban yang salah, kamu akan disuruh menyentuh patung itu dan
akan mendapatkan sebuah kejutan kecil. Jika kamu menjawab dengan benar, maka
para pendeta akan melepaskan hubungan baterai dan tidak ada kejutan listrik
yang dihasilkan. Dengan demikian kamu akan percaya dengan kekuatan Dewa,
pendeta dan agamanya”.
Pernyataan ini tentu
mudah sekali dipatahkan kebenarannya, karena telah disebutkan sebelumnya bahwa
hanya ada satu buah baterai Baghdad yang ditemukan, padahal untuk menghasilkan
tegangan kejut, diperlukan lebih dari 5 buah atau mungkin jauh lebih banyak
lagi. Alasan lain adalah tidak ditemukannya patung yang terdapat rongga
didalamnya yang bisa menampung baterai Baghdad sebanyak itu.
Sehingga dapat
disimpulkan, artefak yang disebut baterai Baghdad tersebut lebih tepat disebut
sebagai sel galvani. Karena walaupun dapat digunakan sebagai baterai, karena dapat
menghasilkan tegangan 1,5 volt nonstop selama 18 hari. Tetapi bukti lain
menunjukkan bahwa artefak ini merupakan sel galvani, karena hanya ditemukan
satu buah baterai Baghdad. Sehingga menunjukkan bahwa sel volta, hasil penemuan
dari Alessandro Volta merupakan baterai yang pertama kali diciptakan.
0 comments:
Post a Comment