CERITA 104 TAHUN KEBANGKITAN NASIONAL


Sudah 104 tahun yang lalu, diawali keinginan Dr. Wahidin Sudirohusodo untuk membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan, Dr. Sutomo, Gunawan, Suraji, dan para pelajar STOVIA (sekolah kedokteran di Jawa saat itu) mendirikan suatu organisasi modern pertama Indonesia, yang bernama Budi Utomo, dengan harapanmewujudkan nusa dan bangsa yang harmonis dengan jalan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik dan industri, kebudayaan, mempertinggi cita-cita kemanusiaan untuk mencapai kehidupan bangsa yang terhormat.

Tetapi setelah 104 tahun kenangan indah itu berlalu, alih-alih melebihi harapan berdirinya organisasi tersebut, bangsa Indonesia justru terpuruk. Kebangkitan nasional yang seharusnya dimaknai dengan bangkitnya rasa persatuan dan nasionalisme rakyat Indonesia, keadaannya justru berbalik 180°. Rakyat Indonesia justru saling berebut kekuasaan, saling menjatuhkan untuk mendapatkan, dan pihak yang dijatuhkan memenuhi hasrat kekanak-kanakannya dengan cara membuat “organisasi tandingan” untuk berbalik menyerang lawan yang menjatuhkannya.Entah kenapa, orang-orang hebat seperti para pendiri Budi Utomo, yang dulu dielu-elukan dan mendapat dukungan penuh, saat ini beberapa penerusnya malah “terbuang” dari negeri ini. Ironisnya, para “pahlawan yang terbuang” itu justru dihargai dan berjaya di negeri lain. Salah satu contoh adalah Sri Mulyani, mantan menteri keuangan yang terjerat kasus bailout Bank Century, saat ini justru menduduki posisi penting di bank dunia, setelah dihujat habis-habisan oleh sebagian petinggi negeri dan akhirnya melepaskan posisinya sebagai menteri keuangan Indonesia. Tidak menutup kemungkinan, masih banyak “pahlawan-pahlawan terbuang” yang memilih hidup di luar negeri karena kurang dihargai oleh negerinya sendiri. Jadi, tidak heran jika beasiswa-beasiswa ke luar negeri justru menjadi “bom waktu” bagi Indonesia karena akhirnya orang-orang brilian tersebut malah berkontribusi untuk negeri lain.Yah, hal-hal tersebut merupakan pencapaian yang buruk bagi sebuah Negara yang sudah 104 tahun bangkit, dan dipenuhi oleh manusia-manusia brilian yang sering memenangkan kejuaraan internasional, khususnya di bidang akademik. Tetapi pencapaian buruk bukanlah sebuah alasan untuk menyerah, justru sebagai cambukan semangat, bagaimana kita sebagai generasi pengisi kebangkitan nasional, dapat mengalahkan ego hanya untuk mendapatkan materi, dengan semangat kontrubusi untuk memajukan negeri. Jangan tanya apa yang sudah kita dapat dari Indonesia, tapi apa yang sudah kita lakukan untuk Indonesia.Ayo kita buat generasi kita sebagai generasi Dr. Sutomo, dkk yang mampu mengubah negeri ini menjadi Negara yang lebih baik, tidak peduli saat ini kita jatuh, yang penting setiap saat kita maju. Seperti isi kata-kata mutiara dari Confucius, “Our greatest glory is not in never falling but in rising every time we fall.”  

0 comments:

Post a Comment